SEMANIS PERMEN KARET


.



         Hari ini seperti biasa aku dan keluarga kecilku duduk diteras depan rumah, kami menceritakan hal apa yang terjadi hari ini kepada satu sama lain, terlebih lagi ka Reno dia selalu mencerita hal konyol yang membuat aku, ayah dan ibu tertawa. Disela pembicaraan kami, dari kejauhan  ada sesosok laki-laki kira-kira umurnya sedikit lebih tua dari ku dan mukanya sih agak tampan datang menghampiri kami, lebih tepatnya menghampiriku, dan dia terus berjalan mendekatiku semakin dekat dan semakin dekat dan sampai akhirnya dia memonyongkan mulutnya kearahku, sontak aku dan semuanya terkejut melihat kelakuan lelaki yang tidak tau sopan santun tersebut, dan dengan sigapnya  ayah langsung menegur perbuatannya “Hai mau apa kamu!” terdengar suara ayah dengan keras, dan laki-laki itu pun langsung lari sambil menutup telinganya dan berteriak-teriak tidak karuan sebelum melakukan hal yang membuat ku sok berat.
            “ kamu mengenalnya Ca?” Tanya ayah kepadaku
            “ tidak yah, aku saja baru sekali ini melihatnya” aku menjawab pertanyaan ayah dengan suara yang terbata-bata karena masih terlalu sok dengan apa yang baru saja terjadi kepadaku
            “terus siapa dia? Berani sekali malakukan hal yang tidak sopan seperti itu” kata ayah dengan sedikit marah
            “ sepertinya dia tidak seperti kita deh” sahut ka Reno
            “ maksudmu Reno?” Tanya ibu penasaran
            “ Iya, sepertinya dia sedikit idiot, mana mungkin orang waras melakukan hal seperti itu dan lihat saja dia juga tadi langsung lari kan setelah ayah tegur” Jelas ka Reno kepada kami
            “ ada benarnya juga” Ayah membenarkan
            “ ya sudahlah sebaiknya kita masuk kerumah sudah terlalu sore, ayo Reno, Marsya masuk rumah dan lekas untuk mandi” suruh Ibu
            “ iya bu” sahut aku dan ka Reno
            Kami pun masuk kerumah dan melaksanakan perintah Ibu. Keesokan harinya aku menceritakan hal tersebut kepada teman ku Citra disekolah, bukannya kasihan ehh aku malah ditertawakannya karna mau dicium sama orang idiot.
            “hahaha bener-bener lucu cerita kamu kali ini Ca” ejek Citra
            “ apaan sih kamu Cit malah ketawa-ketawa kayak gitu, bukannya kasihan sama temennya nih malah diledekin” sahutku sambil cemberut
            “ Eh jangan marah gitu dong, aku kan cuman becandaan ca gak serius kok” bujuk Citra
            “bencadaannya gak lucu Cit” tambahku
            “ aduhhh jangan ngambekan kayak gini dong, gak apa-apa lah katanya kan yang mau cium lumayan  ganteng, kapan-kapan lagi dicium orang ganteng” ledek Citra lagi
            “Citraaaaaaa!!!” Teriak ku malu
            Saat itu pula bel sekolah berbunyi  tanda jam pelajaran dimulai, kami pun menghentikan pembicaraan kami dan masuk kedalam kelas. Di dalam kelaspun saat jam pelajaran masih sempat-sempatnya Citra ngeledikin aku, nyesel aku ceritakan kejadian kemaren ke citra. Citra adalah teman ku sejak dari SMP sampai SMA kelas 3 seperti sekarang walau orangnya jail dan usil tapi sebenarnya citra orangnya baik dan selalu mau dengeri curhatanku selama ini.
            Keesokan harinya pada saat sore hari laki-laki itu pun lewat depan rumahku lagi, ku dengar dari gosip tetangga bahwa dia adalah tetangga baru di gang sebelah, ayahnya seorang letjend yang sedang menjalankan dinas disini, setelah ku perhatikan ternyata dia selalu lewat depan rumahku hanya untuk sholat asar berjamaah dimasjid dekat rumahku. Hal yang tidak pernah ku pikirkan sebelumnya seorang anak yang mempunyai kekurangan mental seperti itu ternyata masih selalu ingat untuk sholat berjamaah dimasjid, subhanAllah sekali bukan?
            Setelah beberapa hari ku perhatikan laki-laki itu, aku merasa iba melihatnya, bagaimana aku tidak merasa iba, setiap kali dia pulang dari masjid dia selalu diganggu dan dihina oleh anak-anak yang lain dan Ibu-ibu mereka bukannya melarang perbuatan anaknya ini malah membiarkan dan ada pula yang menarik anaknya dan sambil berkata “kamu jangan dekat-dekat dengan dia, mau kamu jadi idiot seperti dia?” hal yang menyakitkan hati bukan?  Laki-laki itu seolah seseorang yang mempunyai penyakit menular  yang mematikan, yang siapa saja jika mendeketinya akan tertular dengan mudahnya. Bodoh menurutku jika orang menilai dia seperti itu, seperti sampah masyrakat yang harus dibasmi keberadaannya. Dan hal inilah yang membuatku ingin berteman dengannya dan paling tidak bisa menjauhkannya dari hinaan orang-orang terhadapnya.
            Hari berikutnya pun aku memberanikan diri untuk mencoba menjadi temannya, walau dengan perasaan gugup bercampur cemas karena masih teringat kejadian saat pertama kali aku bertemu dengannya tapi aku tetap membulatkan tekatku. Sore itu aku duduk diteras rumah menunggu laki-laki itu lewat depan rumahku lagi, tak selang berapa lama pun dari kejauhan orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, dag dig dug terdengar bunyi detak jantungku, aku mulai mengatur nafasku supaya tidak terlalu gugup, laki-laki itu lewat tepat didepanku dengan kepala yang menunduk, tangan yang  jari-jarinya digigitinya sepanjang jalan, aku mencoba menegurnya “Hai” sapaku kepadanya tapi tidak ada jawaban dan respon sama sekali, dia masih saja berjalan melewatiku, aku tidak menyerah ku sapa dia untuk kedua kalinya “Hai, kamu mau permen?” ku ulurkan tanganku dengan setoples permen yang aku bawa dari rumah, kali ini aku berhasil! dia mau menghentikan langkahnya dan mulai berbalik kearahku, rasa gugup itupun seketika datang kembali, gugup kalau saja dia melakukan hal yang tak sopan itu lagi tapi aku langsung menepisnya dan berusaha memberikan senyuman manis kedepanya tanda aku benar-benar ingin berteman dengannya, dia melangkahkan kakinya kearahku ketika sudah tepat didepanku dia menganggukan kepalanya, ku ambilkan beberapa permen dari toples untuknya, “ulurkan tanganmu” pintaku, dia pun langsung mengulurkan tanganya, akupun meletakkan beberapa permen itu ditelapak tangannya, dan dia pun langsung ingin membuka bungkus permen tersebut, “Kenalkan namaku Marsya bisa dipanggil ica, siapa namamu?” aku pun langsung memperkenalkan diriku sekaligus menanyakan namanya, tapi dia sama sekali tak menjawab dia hanya sibuk untuk membuka bungkus permen yang tadi aku beri, “sini aku bantu buka kan permennya” tawarku sambil tersenyum kearahnya, dia pun langsung memberikan permen yang ingin sekali dia makan dari tadi, aku langsung mengambil dan membukakan permen tersebut, “Chiko” terdengar suara dari mulut laki-laki yang sedang berdiri didepanku tersebut, “oh,Chiko ya namamu, ini permennya sudah aku bukakan Chiko” ku kembalikan permen tersebut ketangan Chiko, tanpa berlama-lama lagi Chiko  pun langsung melahap permen tersebut, “Kita berteman ya? Nanti aku bawakan makanan terus kalau kamu lewat sini” ku coba mendekatinya perlahan-lahan, seperti anak kecil memang tapi mungkin ini adalah cara satu-satunya untuk bisa mendekati Chiko.
            Malamnya ketika makan malam dirumah suasana  jadi aneh, dimeja makan semuanya menatap sinis kepadaku, aku bingung sendiri seperti seseorang yang melakukan kejahatan yang amat berat dan harus dihukum mati.
            “Marsya” Ayah membuka pebicaraan
            “iya yah, ada apa?” jawabku
            “apa yang kamu lakukan tadi sore?” Tanya ayah
            “Marsya duduk diteras rumah seperti biasa yah, memangnya ada apa?” sahutku
            “Lalu untuk apa kamu berbicara dan memberikan permen kepada anak idiot itu?”
            Aku terdiam, Ternyata ayah melihat apa yang aku lakukan tadi sore dan sepertinya ayah tidak suka dengan apa yang aku lakukan.
            “Marsya jawab Ayah!” Bentak ayah
            “Marsya cuman mau berteman aja kok yah” Jawabku
            “Berteman? Untuk apa kamu berteman orang seperti itu? Kamu lupa apa yang dia lakukan sebelumnya kepadamu? Ayah tidak suka kamu berteman dengan dia”  sambung Ayah dengan nada yang sedikit marah.
            “Memangnya kenapa kalo Marsya berteman dengannya? Apa karena dia idiot? Terus kenapa kalau dia Idiot? Buktinya marsa tidak kenapa-kenapa, coba ayah bayangkan jika hal itu terjadi kepada Marsya, Marsya selalu diganggu dan dihina oleh orang-orang tanpa marsa mengganggu mereka, bagaimana perasaan ayah melihat anaknya seperti itu? Tidak ada yang mau berteman dengan Marsya, maka dari itu Marsya ingin berteman dengannya paling tidak membuatnya nyaman tinggal disini.
            Ayah terdiam sejenak mungkin sedang memikirkan perkataanku tadi, malam ini pertama kalinya aku dan ayah berdebat seperti ini, aku sadar mungkin aku kurang sopan dan terlalu berani menjawab pertanyaan ayah tadi seperti itu, tapi itulah yang sebenarnya, ayah harus tahu bahwa yang aku lakukan adalah hal yang benar dan tidak mungkin aku harus berbohong.
            “Baiklah Ayah mengerti, kamu boleh berteman dengannya”  ayah membuat keputusan yang mengagetkanku, ku kira Ayah akan masih tetap kekeh dengan perkataannya tadi.
            “Ayah serius? Terima kasih yah” Aku sangat gembira dan langsung mendekati ayah dan memeluknya.
            “Iya ayah serius, tapi kamu harus janji untuk bisa menjaga diri kamu ketika berteman dengannya” sahut Ayah sambil memelukku balik
            “iya yah pasti, Marsya janji” kataku dengan mengacungkan jari kelingking
            Setelah kejadian malam itu aku jadi makin bersemangat untuk berteman dengan Chiko, setiap sorepun Chiko slalu mampir sebentar didepan rumahku hanya untuk memakan permen atau makanan kecil lainnya yang aku bawa dari rumah, walau jarang ada pembicaraan antara kami tapi aku senang bisa berteman dengannya, dan jika ada yang menghina atau menggangu Chiko aku langsung menarik Chiko agar tidak mendengarkan celotehan orang-orang yang tidak mempunyai hati seperti itu.
            Sore ini aku seperti biasa menunggu Chiko  lewat depan rumahku lagi, lama sudah aku menunggu tapi Chiko tidak terlihat batang hidungnya, “Tumben, biasanya jam segini dia sudah lewat” gumamku, aku menengok kekiri dan kekanan dan sama sekali tidak ada tanda-tanda Chiko, sudah sejam aku menunggu tapi orang yang ditunggu tidak datang-datang juga, “Marsya, sudah sore ayo cepat masuk dan lekas mandi!” Teriak Ibu dari dalam rumah, “iya bu” sahutku, aku pun langsung masuk kedalam rumah dipikiranku masih bertanya-tanya kenapa hari ini Chiko tidak lewat depan rumahku.
            Keesokannya pun aku menunggu Chiko lagi, tapi kali ini kelihatannya Chiko tidak lewat lagi karena seharusnya Chiko sudah lewat 10 menit yang lalu, aku bingung pikiran ku mulai bertanya-tanya lagi, apa dia sakit? Atau dia tidak mau berteman lagi denganku? Pertanyaan itu yang sedang berada dipikiranku sekarang, “kayaknya aku harus kerumahnya deh untuk memastikan dan menjawab semua pertanyaan yang ada diotakku ini”gumamku, aku pun memberanikan diri berjalan kerumah Chiko. Setibanya disana tanpa pikir panjang lagi aku langsung mengetuk pintu rumahnya,
            ”Assalamualaikum”  teriakku pelan
            “Wa’alaikum salam” ada sahutan dari dalam rumah
            Pintu pun dibukakan, Terlihat seorang wanita yang sedang membukakan pintu untukku, aku mengira bahwa perempuan ini adalah ibunya Chiko.
            “Iya, ada apa?” Tanya wanita itu
            “Chikonya ada bu?” jawabku sambil tersenyum
            “Oh teman Chiko ya? Pasti kamu yang namanya Marsya kan? Ayo silahkan masuk” Ibu Chiko mempersilahkanku masuk
            “oh iya, Terimakasih” kataku sambil masuk kedalam rumah
            “Silahkan duduk”
            “iya bu sekali lagi terimakasih, tapi tadi Ibu tau namaku dari mana ya?” Tanyaku bingung
            “Oh, itu Chiko yang cerita katanya kamu sering memberinya permen” Jawab ibunya Chiko sambil tersenyum kearahku
            “ Lalu Chiko nya mana?” Tanyaku lagi
            “Ada dikamarnya, mungkin dia tertidur setelah berterik minta bukakan pintu kamarnya” jelas Ibunya Chiko
            “Maksudnya Chiko dikurung didalam kamar?”
            “Iya, Bapaknya yang mengurungnya, sebenarnya Ibu tidak tega melihatnya tapi harus bagaimana lagi Ibu tidak bisa menentang perintah” jawab Ibu Chiko dengan nada yang agak sedih
            “Kenapa bisa begitu bu? Kenapa Chiko harus dikurung didalam kamar?” Tanyaku lagi
            “Bapaknya Chiko sudah terlalu lelah melihat anaknya selalu dihina oleh para tetangga, makanya Chiko tidak diperbolehkan lagi keluar rumah, Chiko dikurung dikamar karena Chiko melawan dan tidak mau menurut untuk tetap diam didalam rumah” jelas Ibu Chiko kepadaku
            “BUKA PINTUNYA !!!!”
            Terdengar terikan dari salah satu kamar.
            “Itu Chiko bu?” tanyaku
            “iya, seperti itu lah dari tadi dia berteriak-teriak meminta bukakan pintu kamarnya” sahut Ibu Chiko
            “Kenapa tidak dibukakan saja bu? Aku tidak tega mendengarnya” pintaku
            “Tapi nanti bapaknya marah” jawab Ibu Chiko
            “Ayolah bu, Kasihan Chiko dia juga ingin merasakan suasana diluar tidak mungkin jugakan dia harus berada dirumah terus, aku janji akan menemani Chiko dan aku janji tidak akan ada yang berani menghina Chiko lagi” pintaku lagi
            “Baiklah pintunya Ibu buka, tapi kamu janji ya”
            “Iya aku janji”
            Pintu kamar Chiko pun dibuka, Chiko langsung bergegas keluar sambil berkata “Makan permen kerumah Marsya”, Aku tersenyum dan memanggilnya “Chiko, Marsya disini” Chiko berbalik badan dan melangkahkan kakinya kearah ku “permen” kata Chiko, “Chiko mau permen? Tapi Marsya sekarang tidak membawa permen, bagaimana kalau kita ketaman nanti Marsya belikan permen deh” Rayuku, Chiko mengangguk tanda setuju, akupun meminta izin kepada Ibu Chiko untuk membawa Chiko ketaman depan komplek dan Ibu Chiko mengizinkan.
            Sesampainya ditaman aku menyuruh Chiko untuk duduk dan menungguku membelikannya permen, Setelah selesai aku langsung menyusul Chiko, ku berikan padanya permen kapas,”apa ini” kata Chiko “ini sama seperti permen Chiko, rasanya manis” jawabku dan dengan lahapnya dia langsung memakannya, “besok Chiko lewat depan rumah Marsya kan, nanti Marsya bawakan permen kesukaanya Chiko”kataku, Chiko pun mengangguk.
            Keesokanya aku sepeti biasa menunggu Chiko lewat depan rumah, sudah ku siapkan setoples permen kesukaannya, tapi entah kenapa lagi-lagi Chiko tidak datang “mungkin sebentar lagi” gumamku, tapi sudah satu jam aku menunggu Chiko tidak datang-datang juga. Aku pun mengira bahwa Chiko dikurung ayahnya dikamar lagi. Aku bergegas bejalan menuju rumah Chiko, setelah sampai  suasana disana terlihat hening, “Assalamualaikum” Teriakku pelan tapi tidak ada jawaban “Chiko” Teriakku lagi sambil mengetuk pintu rumahnya, tapi sama sekali tidak ada jawaban
            “Orang  rumahnya sudah pindah,de” Salah seorang tetangga menegurku
            “Pindah? Kapan? Kemana?” tanyaku tak percaya
            “Tadi pagi, gak tau tuh pindahnya kemana” jawab tetangga tersebut
            Pindah? Aku benar-benar tak percaya, baru semalam aku bermain bersama Chiko tapi sekarang dia sudah pergi meninggalkan ku,kenapa dia tidak pamitan dulu kepadaku, apa mungkin ini karena salahku semalam mengajak Chiko keluar rumah dan akhirnya ayahnya marah, kalau itu benar aku sangat menyesal.
            Hari-hari pun ku lalui seperti biasa tanpa adanya Chiko, sekarang setiap sore aku tidak pernah lagi duduk diteras depan rumah, ku sibukkan diriku untuk belajar menghadapi UN karena aku sudah kelas 3 SMA, Dan Alhamdulillah setelah melalui ujian tersebut aku Lulus dengan nilai yang terbaik.
            Sekarang aku adalah seorang mahasiswi, aku memilih Universtas dikota sini saja karena aku tidak ingin meninggalkan kedua orangtua dan kakaku.  Dua tahun pun berlalu, aku duduk di taman kampus sendirian sembari menatap layar laptopku, tiba-tiba saja sebuah permen kapas berada dihadapanku, aku menatap dari tangannya yang menggenggam permen kapas itu, meniti setiap jengkal tangannya sampai ke wajahnya yang membuatku terpana, “apakah ia orang yang sama?” batinku.
            “Apa kabar,Ca? Lama gak ketemu,” suaranya seperti tak asing bagiku,
            “ Kamu siapa?”
            Aku menatapnya heran, dia tersenyum cukup tampan bagiku, tapi dia siapa? Di tengah siang bolong menyapaku dengan sebuah permen kapas,tunggu sebentar… permen kapas? Jangan-jangan dia.
            “Aku Chiko” ucapnya singkat,
            Aku melongo tak percaya, itu benar dia. Wajahnya tak jauh berbeda dari sebelumnya, hanya saja dia terlihat lebih normal sekarang. Bagaimana mungkin dia berubah dalam waktu dua tahun ini?.
            “Boleh duduk?” ucapnya lembut,
            “Tentu,” ucapku singkat,
            “Kamu belum jawab pertanyaanku tadi,” ucapnya,
            “Yang mana?”
            “Apa kabar? Lama gak ketemu,Kamu udah punya pacar belum?” ucap Chiko,
Aku mengangguk,
            “Ohh… yang itu, aku baik kok. Tapi yang terakhir kayanya bukan pertanyaan kamu tadi,deh!” aku tertawa pelan,
            “Ya… itu pertanyaan aku sekarang,” ucapnya, membuatku pipiku bersemu merah,
            “Belum punya, Kenapa mau daftar?” ucapku bercanda,
            “Kalau boleh,”
Dia tertawa kencang, aku pun juga ikut tertawa bersamanya.
            Kami saling diam sejenak, suasana hening seketika. Terbesit dalam pikiranku pertanyaan yang selama ini ingin aku utarakan padanya.
            “Kemana saja kamu selama ini?”
            “ Aku pergi ke Singapore untuk menjalani terapi, ayahku mengatakan bahwa dia memiliki seorang sahabat yang mampu membantuku kembali normal ditambah lagi dinas ayah yang sudah berakhir di sini, sehingga membuat ayah harus di pindahkan ke kota lain.”
            “Jadi, sekarang kau benar-benar normal?” aku menatapnya dengan tatapan heran,
            “Bisa dibilang begitu,”
            “Syukurlah,” ucapku singkat,
            “Hanya syukurlah? Kamu tidak senang? Kalau begitu aku kembali idiot saja,”
            “Jangan…jangan, aku senang kok!”
            “Hehe… kamu masih tinggal ditempat yang kemaren?”
            “Iya masih kok, masih ingatkan tempatnya dimana? Kapan-kapan mampir ya, nanti aku siapin permen yang banyak,”
            “iya nanti aku mampir, janji ya permennya harus banyak!”
            Kami pun berbincang panjang lebar, menceritakan pengalaman kami selama dua tahun tak bertemu, hidup Chiko yang telah normal tidak membuatnya berubah sedikit pun, kesukaannya masih tetap permen dan yang membuatku sangat bahagia ialah alasannya untuk menjadi normal karena aku, walau aku tidak meminta sedikit pun padanya untuk menjadi normal. Kabar gembira untukku Chiko akan menetap disini dan kuliah disini bersamaku, kami menjalani hari-hari seperti dulu mengganti dua tahun kesempatan kami yang telah terbuang sia-sia menjadi seorang yang lebih berarti untuk pribadi kami masing-masing.
            Kadang kita tidak tahu bagaimana Tuhan memberikan sebuah rencana untuk kita, sebuah kejutan kecil bagi hidupku, seorang yang tak terduga muncul didalamnya memberikanku arti dari sebuah kehidupan yang lain, dari kehidupanku yang biasanya tampak datar dan membosankan kini jauh lebih berwarna dan semanis permen kapas yang selalu membawa kebahagiaan.


-THE END-

Your Reply