Namaku Andien Fitria Azzahra, orang-orang biasa memanggilku Andien,
usiaku 16 tahun, dan aku merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Aku
mempunyai kakak perempuan yang bernama Afifa Fitria Zahrani, biasa di
panggil Rani. Usiaku dengannya hanya terpaut 5 tahun, dia merupakan
kakak yang baik, sikapnya yang lemah lembut, tutur katanya yang santun
membuatku sangat mengaguminya, dan dia juga merupakan wanita yang
shaleha dan rajin beribadah. Dalam kesehariannya dia biasa menggunakan
jilbab, sangat berbeda denganku yang biasa mengenakan kaos t-shirt
lengan pendek dan celana jeans pendek selutut.
Dua tahun yang lalu, dia pergi ke Mesir untuk melanjutkan kuliahnya
disana. Sepeninggalannya aku merasa kesepian, tidak ada lagi tempat aku
bercerita dan mencurahkan keluh-kesahku. Jika sedang merasa kesepian,
aku pasti pergi ke tepi danau di dekat rumahku, disana aku merasakan
suasana yang tentram dan damai sekali, ini merupakan tempat favoritku
semenjak kakak pergi. Karena zodiakku pisces yang melambangkan ikan,
jadi aku sangat menyukai tempat seperti laut, danau atau sungai. Aku
pernah memiliki keinginan jika aku lulus sekolah nanti, aku ingin sekali
melanjutkan kuliahku di Paris, melihat kemegahan kotanya, dengan menara
Eiffel yang menjulang tinggi, dan keindahan sungai Seine tentunya,
menyusuri sungai itu menaiki perahu berdua dengan pasanganku, oh so
sweet hehe. Berbeda dengan kakak ku yang memilih melanjutkan kuliahnya
di Universitas Kairo, Mesir. Karena dia ingin lebih dalam lagi
mempelajari ilmu tentang agama.
Sore itu hujan turun dengan derasnya, tidak ada yang bisa dilakukan jika hujan turun, aku hanya bisa berdiam diri di dalam rumah sambil mengamati rintik hujan dari jendela kamarku. Aku merasa rindu sekali pada kakak ku, biasanya jika hujan turun ia suka mengajarkanku mengaji, yang sekarang kebiasaan itu sudah mulai aku tinggalkan. Ku lihat ke arah langit, hujan tak juga reda. Aku sangat berharap akan ada pelangi muncul setelah hujan nanti. Keindahan warnanya mampu memanjakan mataku, tak mampu ku berpaling dari pancaran warna pelangi yang tergores indah di langit, betapa indahnya ciptaan Tuhan. Entah darimana awalnya kekagumanku terhadap pelangi, yang pasti aku sangat menyukainya. Aku juga mendekorasi kamarku dengan membuat gambar pelangi lengkap dengan awan di langit-langit kamarku, sehingga aku dapat melihat pelangi setiap hari. Ketika ku termenung, ketika aku susah tidur, aku selalu menatap pelangi di langit-langit kamarku, warna-warninya yang indah mampu menenangkan hati dan fikiranku.
Hujan pun reda, aku memutuskan untuk keluar rumah dan pergi ke sebuah taman tepi danau dekat rumahku, berharap akan ada pelangi muncul sore itu. Ku ambil jaket biruku dan ku kenakan untuk menghangatkan tubuh. Aku bergegas keluar kamar, ketika hendak menutup pintu kamar, ada suara seseorang yang mengejutkanku. "Mau kemana Ndien hujan-hujan begini?" kata Ibuku yang sedang duduk bersama Ayahku di ruang keluarga. "Mau ke taman, ma. Hujannya udah reda ko'. Aku suntuk seharian di kamar, bolehkan ma?" rayu ku kepada Ibu. "Ya sudah, tapi jangan terlalu malam pulangnya, sebelum maghrib kamu harus sudah pulang." kata Ayahku tegas. "Siap bos!" jawabku sambil hormat lalu melangkah pergi keluar rumah. Belum sempat aku melangkah Ibuku berkata "Wa'alaikumsalam", "Hehe lupa. Assalamu'alaikum, Andien main dulu ya." kataku sedikit malu sambil tersenyum kecil lalu bergegas pergi.
Sesampainya di taman, aku duduk di sebuah bangku yang menghadap langsung ke arah danau. Ku lihat kabut-kabut masih menyelimuti danau itu. Ku pejamkan mata, ku rentangkan kedua tanganku, dan ku hirup dalam-dalam udara di sekitar, aromanya yang khas, di lengkapi dengan semilir angin sejuk sepoy-sepoy, terdengar pula nyanyian alam yang sangat merdu, menambah sempurna suasana sore itu. Membuat hatiku tenang dan damai. Ketika ku buka mata, ku lihat sosok seorang perempuan berjilbab di tepi danau, 'sedang apa dia di sana?' tanyaku dalam hati. Terus ku perhatikan sosok itu, namun sulit untukku melihat wajahnya karena posisinya membelakangiku. Seketika, aku teringat akan kakak ku. Tidak lama kemudian perempuan itu membalikkan badannya, ia pun berjalan mendekat ke arahku. "Hai, sejuk sekali udara sore ini ya." sapa perempuan itu kepadaku sambil tersenyum. "Hai juga. Hmmm iya," jawabku dan membalas senyumannya. Wajahnya putih bersih, auranya begitu terpancar dari wajahnya yang terbalut jilbab berwarna hijau muda yang sangat menyatu dengan alam di sekitar danau, senyumnya manis, semakin mengingatkanku pada kakak ku. Dia pun mengulurkan tangannya padaku, mengajakku berkenalan "Kenalin, namaku Aura, kamu siapa?" Aku pun menerima uluran tangannya "Aku Andien. Kayaknya aku belum pernah lihat kamu sebelumnya, kamu baru pindah ya?" tanyaku merasa begitu asing dengan perempuan itu, lalu melepaskan uluran tangannya. "Iya aku baru pindah dua hari yang lalu, kamu sering kesini ya?" tanyanya balik kepadaku. Pantas saja aku merasa belum pernah melihat dia sebelumnya, ternyata dia baru pindah ke komplek ini. "Iya, pertama aku tinggal disini, dan aku melihat danau ini, aku langsung suka. Ini jadi tempat favoritku, hampir setiap hari aku kesini. Dulu aku sering kesini dengan kakak ku, tapi karena kakak ku pergi kuliah ke luar negeri, jadi aku sering sendirian kesini," jelasku. "Oh gitu, aku juga suka sama tempat ini. Oh ya, kamu tinggal di blok apa? Siapa tahu kapan-kapan aku bisa main kesana." tanya perempuan itu yang ternyata bernama Aura. "Aku tinggal di blok F nomor 3A, kalo kamu?" tanyaku lagi. "Aku di blok B nomor 6D" jawabnya. "Oh, ya udah aku pulang dulu ya, soalnya udah mau maghrib. Senang bisa kenalan sama kamu, kapan-kapan kamu main ke rumahku ya, assalamu'alaikum." kataku sambil melambaikan tangan padanya, "Iya wa'alaikumsalam, kamu juga main ke rumahku ya," jawabnya sambil tersenyum dan melambaikan tangannya juga. Aku pun mengacungkan jempolku lalu beranjak pergi meninggalkan Aura.
Setelah perkenalan sore itu, aku dan Aura semakin akrab, dan ternyata dia juga satu sekolah denganku, bahkan satu kelas. Kita pun bersahabat baik, kemana-mana kita selalu bersama. Menurutku Aura seperti jelmaan kakak ku, dia sahabat yang baik, dia gadis yang shaleha sikapnya juga sedikit lebih dewasa dariku, dia seperti kakak ku, dia juga rajin beribadah, imannya sangat kuat sekali. Kadang aku suka merasa malu pada dirinya, imanku yang begitu lemah, shalat pun sering aku tinggalkan, mengaji apa lagi, untuk menutup aurat ku pun, aku masih merasa ragu. Malam itu, aku pergi ke rumah Aura untuk mengerjakan tugas Bahasa Inggris bersama. Sesampainnya di rumah Aura, ku ketuk pintu yang terbuat dari kayu jati itu, "Assalamu'alaikum, Aura." kataku sambil memanggil Aura. Samar-samar ku dengar suara orang mengaji, suaranya sangat merdu, dan mampu menenangkan jiwa. 'Itu seperti suara Aura' kataku dalam hati. Tiba-tiba pintu terbuka, Ibu Aura menyambutku dengan hangat, "Wa'alaikumsalam. Eh, ada Andien, silahkan masuk," ajak Ibunya mempersilahkan ku masuk. Aku pun masuk mengikuti Ibunya, "Iya tante. Auranya mana ya?" tanyaku. "Oh, Auranya sedang mengaji. Kamu tunggu disini sebentar ya tante panggilkan Auranya dulu." Aku pun duduk disofa ruang tamu, terlihat beberapa lukisan kaligrafi berukuran sedang bertuliskan lafadz Allah terpajang di dinding sebelah kanan dan lafadz Muhammad di sebelah kiri. Ada pula lukisan Ka'bah berukuran lumayan besar di letakkan di tengah-tengah antara lukisan yang berukuran sedang. Di sudut ruangan terdapat sebuah meja kecil dengan lampu duduk di atasnya, dan bingkai foto Aura dan orangtuanya.
Sore itu hujan turun dengan derasnya, tidak ada yang bisa dilakukan jika hujan turun, aku hanya bisa berdiam diri di dalam rumah sambil mengamati rintik hujan dari jendela kamarku. Aku merasa rindu sekali pada kakak ku, biasanya jika hujan turun ia suka mengajarkanku mengaji, yang sekarang kebiasaan itu sudah mulai aku tinggalkan. Ku lihat ke arah langit, hujan tak juga reda. Aku sangat berharap akan ada pelangi muncul setelah hujan nanti. Keindahan warnanya mampu memanjakan mataku, tak mampu ku berpaling dari pancaran warna pelangi yang tergores indah di langit, betapa indahnya ciptaan Tuhan. Entah darimana awalnya kekagumanku terhadap pelangi, yang pasti aku sangat menyukainya. Aku juga mendekorasi kamarku dengan membuat gambar pelangi lengkap dengan awan di langit-langit kamarku, sehingga aku dapat melihat pelangi setiap hari. Ketika ku termenung, ketika aku susah tidur, aku selalu menatap pelangi di langit-langit kamarku, warna-warninya yang indah mampu menenangkan hati dan fikiranku.
Hujan pun reda, aku memutuskan untuk keluar rumah dan pergi ke sebuah taman tepi danau dekat rumahku, berharap akan ada pelangi muncul sore itu. Ku ambil jaket biruku dan ku kenakan untuk menghangatkan tubuh. Aku bergegas keluar kamar, ketika hendak menutup pintu kamar, ada suara seseorang yang mengejutkanku. "Mau kemana Ndien hujan-hujan begini?" kata Ibuku yang sedang duduk bersama Ayahku di ruang keluarga. "Mau ke taman, ma. Hujannya udah reda ko'. Aku suntuk seharian di kamar, bolehkan ma?" rayu ku kepada Ibu. "Ya sudah, tapi jangan terlalu malam pulangnya, sebelum maghrib kamu harus sudah pulang." kata Ayahku tegas. "Siap bos!" jawabku sambil hormat lalu melangkah pergi keluar rumah. Belum sempat aku melangkah Ibuku berkata "Wa'alaikumsalam", "Hehe lupa. Assalamu'alaikum, Andien main dulu ya." kataku sedikit malu sambil tersenyum kecil lalu bergegas pergi.
Sesampainya di taman, aku duduk di sebuah bangku yang menghadap langsung ke arah danau. Ku lihat kabut-kabut masih menyelimuti danau itu. Ku pejamkan mata, ku rentangkan kedua tanganku, dan ku hirup dalam-dalam udara di sekitar, aromanya yang khas, di lengkapi dengan semilir angin sejuk sepoy-sepoy, terdengar pula nyanyian alam yang sangat merdu, menambah sempurna suasana sore itu. Membuat hatiku tenang dan damai. Ketika ku buka mata, ku lihat sosok seorang perempuan berjilbab di tepi danau, 'sedang apa dia di sana?' tanyaku dalam hati. Terus ku perhatikan sosok itu, namun sulit untukku melihat wajahnya karena posisinya membelakangiku. Seketika, aku teringat akan kakak ku. Tidak lama kemudian perempuan itu membalikkan badannya, ia pun berjalan mendekat ke arahku. "Hai, sejuk sekali udara sore ini ya." sapa perempuan itu kepadaku sambil tersenyum. "Hai juga. Hmmm iya," jawabku dan membalas senyumannya. Wajahnya putih bersih, auranya begitu terpancar dari wajahnya yang terbalut jilbab berwarna hijau muda yang sangat menyatu dengan alam di sekitar danau, senyumnya manis, semakin mengingatkanku pada kakak ku. Dia pun mengulurkan tangannya padaku, mengajakku berkenalan "Kenalin, namaku Aura, kamu siapa?" Aku pun menerima uluran tangannya "Aku Andien. Kayaknya aku belum pernah lihat kamu sebelumnya, kamu baru pindah ya?" tanyaku merasa begitu asing dengan perempuan itu, lalu melepaskan uluran tangannya. "Iya aku baru pindah dua hari yang lalu, kamu sering kesini ya?" tanyanya balik kepadaku. Pantas saja aku merasa belum pernah melihat dia sebelumnya, ternyata dia baru pindah ke komplek ini. "Iya, pertama aku tinggal disini, dan aku melihat danau ini, aku langsung suka. Ini jadi tempat favoritku, hampir setiap hari aku kesini. Dulu aku sering kesini dengan kakak ku, tapi karena kakak ku pergi kuliah ke luar negeri, jadi aku sering sendirian kesini," jelasku. "Oh gitu, aku juga suka sama tempat ini. Oh ya, kamu tinggal di blok apa? Siapa tahu kapan-kapan aku bisa main kesana." tanya perempuan itu yang ternyata bernama Aura. "Aku tinggal di blok F nomor 3A, kalo kamu?" tanyaku lagi. "Aku di blok B nomor 6D" jawabnya. "Oh, ya udah aku pulang dulu ya, soalnya udah mau maghrib. Senang bisa kenalan sama kamu, kapan-kapan kamu main ke rumahku ya, assalamu'alaikum." kataku sambil melambaikan tangan padanya, "Iya wa'alaikumsalam, kamu juga main ke rumahku ya," jawabnya sambil tersenyum dan melambaikan tangannya juga. Aku pun mengacungkan jempolku lalu beranjak pergi meninggalkan Aura.
Setelah perkenalan sore itu, aku dan Aura semakin akrab, dan ternyata dia juga satu sekolah denganku, bahkan satu kelas. Kita pun bersahabat baik, kemana-mana kita selalu bersama. Menurutku Aura seperti jelmaan kakak ku, dia sahabat yang baik, dia gadis yang shaleha sikapnya juga sedikit lebih dewasa dariku, dia seperti kakak ku, dia juga rajin beribadah, imannya sangat kuat sekali. Kadang aku suka merasa malu pada dirinya, imanku yang begitu lemah, shalat pun sering aku tinggalkan, mengaji apa lagi, untuk menutup aurat ku pun, aku masih merasa ragu. Malam itu, aku pergi ke rumah Aura untuk mengerjakan tugas Bahasa Inggris bersama. Sesampainnya di rumah Aura, ku ketuk pintu yang terbuat dari kayu jati itu, "Assalamu'alaikum, Aura." kataku sambil memanggil Aura. Samar-samar ku dengar suara orang mengaji, suaranya sangat merdu, dan mampu menenangkan jiwa. 'Itu seperti suara Aura' kataku dalam hati. Tiba-tiba pintu terbuka, Ibu Aura menyambutku dengan hangat, "Wa'alaikumsalam. Eh, ada Andien, silahkan masuk," ajak Ibunya mempersilahkan ku masuk. Aku pun masuk mengikuti Ibunya, "Iya tante. Auranya mana ya?" tanyaku. "Oh, Auranya sedang mengaji. Kamu tunggu disini sebentar ya tante panggilkan Auranya dulu." Aku pun duduk disofa ruang tamu, terlihat beberapa lukisan kaligrafi berukuran sedang bertuliskan lafadz Allah terpajang di dinding sebelah kanan dan lafadz Muhammad di sebelah kiri. Ada pula lukisan Ka'bah berukuran lumayan besar di letakkan di tengah-tengah antara lukisan yang berukuran sedang. Di sudut ruangan terdapat sebuah meja kecil dengan lampu duduk di atasnya, dan bingkai foto Aura dan orangtuanya.
Tidak lama kemudian Aura pun datang, "Maaf lama menunggu. Tadi aku
menyempatkan diri untuk mengaji dulu sebentar, kamu mau minum apa?","Iya
nggak apa-apa ko', lagian aku juga baru datang. Emm, apa aja deh
terserah kamu." jawabku. "Ya udah, kita belajarnya di kamar aku aja
yuk." ajak Aura lalu ia mengantarkanku ke kamarnya, aku pun
mengikutinya. "Silahkan masuk, kamu tunggu disini sebentar ya, aku
ambilkan minum dulu." Aura pun meninggalkan ku, dan pergi ke dapur untuk
mengambil minum. Kamarnya tampak rapi sekali, dindingnya di cat
berwarna pink, dengan langit-langit berwarna biru muda. Di sudut sebelah
kanan terdapat jendela yang di tutup dengan gorden berwarna biru tua
bermotif bunga. Jendela itu berdekatan dengan meja belajar, ku lihat
tumpukan buku pelajaran dan beberapa buku gambar berukuran A3, sebuah
Al-Qur'an yang memiliki sampul berwarna kuning keemasan, serta lampu
belajar dan tempat alat tulis. Di samping meja belajar ada tumpukan kain
kanvas untuk melukis beserta alat-alat lukis lainnya. Ku melihat ke
sekeliling kamar, terdapat pula lukisan pegunungan yang nampak asri dan
nyata terpajang di dinding sebelah kiri. Aku terpesona melihat lukisan
itu, tiba-tiba aku di kagetkan oleh Aura yang masuk ke kamar sambil
membawa dua gelas minuman dan sebuah toples camilan. "Eh, Aura. Kamu
bikin aku kaget aja." kataku sambil mengelus dada. "Hehe maaf, lagian
kamu bengong, ngeliatin apaan sih sampe serius gitu," kata Aura sambil
meletakkan nampan yang di bawanya di atas karpet. "Iya, aku ngeliatin
lukisan, bagus banget. Itu kamu yang melukisnya?","Oh, iya. Aku
melukisnya sendiri waktu kami masih tinggal di desa." jelasnya. Aku pun
mengangguk pelan "Ya udah kita mulai belajarnya yuk!" ajak ku. Kami pun
belajar dengan serius, Aura juga anak yang pintar, tidak pelit untuk
berbagi ilmu dengan siapa saja. "Oh ya, Ra. Yang di ruang tamu itu
lukisanmu juga?" tanyaku. "Iya, Ndien. Itu aku lukis satu tahun yang
lalu, aku ingin sekali bisa pergi ke Mekkah bersama kedua orang tuaku."
kata Aura bercerita. "Wah, kamu hebat banget ya. Ternyata kamu itu punya
bakat ngelukis juga. Aku salut sama kamu. Mudah-mudahan impian kamu
bisa tercapai ya, Ra." kata ku kagum. "Amin, Ya Allah." kata Aura
mengamini do'aku. Karena malam sudah semakin larut, aku pun pamit untuk
pulang, "Udah malem Ra, aku pamit pulang dulu ya.","Oh ya udah, makasih
ya udah mau datang," kata Aura, "Iya sama-sama. Sampai ketemu besok di
sekolah ya, assalamu'alaikum." kataku sambil beranjak pergi. "Oke,
wa'alaikumsalam." jawab Aura.
Pagi hari yang cerah, Ayah dan Ibuku sudah siap di ruang makan untuk sarapan bersama. Aku mengenakan seragam putih abu-abu ku seperti biasa, "Pagi semua, kita sarapan apa nih sekarang?" kata ku sambil memperhatikan sarapan yang ada di atas meja makan. "Pagi juga sayang, mama udah siapin nasi goreng tuh, cepetan sarapan nanti keburu siang." kata Ibuku sambil menuangkan air putih kedalam gelas ku. "Makasih, Ma. Aku jadi inget sama kak Rani kalo sarapan nasi goreng, dia kan suka banget sama nasi goreng buatan mama." kata ku sedih. "Iya Ndien, kita semua juga kangen sama kakak kamu. Mudah-mudahan dia baik-baik aja ya disana." kata Ibuku berharap. Selesai sarapan aku pun bergegas berangkat ke sekolah bersama Ayahku, "Tunggu dulu Ndien. Mama kemarin membuat cup cake resep terbaru, kebetulan bikinnya lumayan banyak, kamu bawa ini ya buat Aura." Ibuku memberikan kotak makan berisi kue dan langsung aku masukkan ke dalam tas ku. "Oke ma, aku berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum." aku pun berpamitan dan mencium tangan Ibuku. "Wa'alaikumsalam, hati-hati ya." kata Ibuku.
Pagi hari yang cerah, Ayah dan Ibuku sudah siap di ruang makan untuk sarapan bersama. Aku mengenakan seragam putih abu-abu ku seperti biasa, "Pagi semua, kita sarapan apa nih sekarang?" kata ku sambil memperhatikan sarapan yang ada di atas meja makan. "Pagi juga sayang, mama udah siapin nasi goreng tuh, cepetan sarapan nanti keburu siang." kata Ibuku sambil menuangkan air putih kedalam gelas ku. "Makasih, Ma. Aku jadi inget sama kak Rani kalo sarapan nasi goreng, dia kan suka banget sama nasi goreng buatan mama." kata ku sedih. "Iya Ndien, kita semua juga kangen sama kakak kamu. Mudah-mudahan dia baik-baik aja ya disana." kata Ibuku berharap. Selesai sarapan aku pun bergegas berangkat ke sekolah bersama Ayahku, "Tunggu dulu Ndien. Mama kemarin membuat cup cake resep terbaru, kebetulan bikinnya lumayan banyak, kamu bawa ini ya buat Aura." Ibuku memberikan kotak makan berisi kue dan langsung aku masukkan ke dalam tas ku. "Oke ma, aku berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum." aku pun berpamitan dan mencium tangan Ibuku. "Wa'alaikumsalam, hati-hati ya." kata Ibuku.
Di sekolah guru Bahasa Inggris kami berhalangan hadir, sehingga diisi
dengan pelajaran Bahasa Indonesia. "Pagi anak-anak," sapa Bu Dita guru
Bahasa Indonesia, "Pagi Bu." jawab murid-murid serempak. "Berhubung Pak
Hendra berhalangan hadir hari ini, jadi pelajaran Bahasa Inggrinya Ibu
ganti dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Hari ini pelajaran Bahasa
Indonesia menjadi empat jam pelajaran." kata Bu Dita. "Huuuuuuu,"
murid-murid pun bersorak tidak senang. "Jangan berisik, sekarang Ibu
kasih tugas untuk kalian semua, membuat puisi bebas, harus selesai hari
ini juga, ini untuk tambahan nilai kalian, Ibu kasih waktu dua jam.
Setelah istirahat, nanti Ibu minta satu per satu dari kalian
membacakannya di depan kelas, kalian paham?" kata Bu Dita tegas. "Paham
Bu." jawab murid-murid memasang tampang kecewa dengan tugas yang disuruh
Bu Dita. Akhirnya dengan sedikit bermalas-malasan semua murid
mengerjakannya.