Karya
: Khairunnisa
Aku
punya kisah yang mungkin tidak terlalu penting untuk sebagian orang namun bisa
saja menarik untuk sebagian yang lain. Sebuah kisah tentang diriku tentang aku
yang tidak pernah bersyukur dalam hidup ini dan tentang perjalanan seorang
kakek tua yang hidup sebatang kara. Aku pertama kali melihatnya saat dia sedang
duduk bersandar disalah satu tiang mesjid dengan pandangan kedepan seperti ada
yang dilihat. Aku hanya berlalu saat itu dan berpikir sepertinya dia hanya
seorang pengemis. Namun disaat waktu yang lain aku kembali melihatnya dan baru
sadar bahwa kakek tua itu memiliki banyak cerita kehidupan yang bisa ku jadikan
pelajaran tentang arti rasa syukur terhadap apa yang aku punya.
Sebelum ku
bercerita lebih lanjut tentang kakek tua itu, aku memberikan sedikit gambaran
tentang hidup ku, aku adalah Vania Melani Putri satu-satunya anak dari orang
tua terpandang di kotaku,umurku 18 tahun,hidupku serba mewah,serba ada,serba
berkecukupan, apa yang aku inginkan,menit ini juga pasti ada, itulah aku dengan
segenap kemewahan yang aku miliki namun disisi lain aku tidak merasa
bahagia,karena aku punya orang tua yang selalu sibuk dengan urusannya
masing-masing. Aku selalu kesepian, hanya ada 2 pembantu dirumahku yang
terkadang ku jadikan teman. Dan bodohnya lagi aku sering clabbing bersama teman-teman ku, aku sudah bisa
mengenal dunia malam,dunia yang seharusnya tidak pantas aku ikuti dan orang
tuaku tidak pernah tau kebiasaan burukku, dan mereka tidak pernah mau mencari
tau apa yang ku lakukankan diluar sana mungkin Karena mereka terlalu sibuk. Ya,
aku seperti kekurangan perhatian dari kedua orang tuaku itulah yang membuatku
seperti ini.
Puncak
dari semua rasaku yang tidak pernah pernah beraturan yang membuatku menyalahkan
keadaan. Aku menjadi mudah iri kepada teman-temanku yang hidup harmonis bersama
keluarganya sedangkan aku tidak, tidak seperti mereka. Waktu 15 menitpun sangat
sulit kucari untuk ngumpul bersama orang tuaku. Aku iri dan minder kepada teman-temanku
karena terbayang mereka memiliki kehidupan yang sempurna walau sederhana tidak
seperti diriku yang mewah tapi tidak bahagia. Serta aku mulai menuduh Tuhan
tidak adil membuat hidupku seperti ini. Padahal jika dilihat dengan sadar
dengan kacamata normal aku tidak semenderita ini hanya saja aku lah yang
menjadikan nya begitu. Pikiran dan hatiku seperti sudah tertutup oleh sesuatu
yang membuatku merasa tidak beruntung. Aku terpuruk dalam diriku sendiri.
Suatu
ketika aku dapat telpon dari pihak rumah sakit yang katanya orang tuaku sedang
koma disana akibat pesawat yang di tumpangi mereka jatuh. Ya, siang ini memang
orang tuaku mau ke luar negri, tapi ternyata lagi-lagi musibah itu datang, aku
kaget dan shok ketika mendengar berita itu. Aku langsung bergegas-gegas menuju
rumah sakit tapi setelah tiba disana , Tuhan berkata lain, Tuhan ambil orang
tuaku satu-satunya harta yang paling berharga yang aku punya yang tidak ada
tandingannya oleh apapun dan siapapun. Aku semakin sedih,semakin terpuruk,dan
semakin membenci diriku sendiri. Air mataku tak henti-hentinya menangis , terus-terusan ku gerakkan badan orang
tuaku untuk menyuruh mereka bangun ,
namun mereka sama sekali tidak mendengarkanku.
Aku
seperti mimpi, padahal tidak.
Aku
berkata : ibu, ayah bangun. vania disini. Vania ingin di peluk sama kalian
seperti Vania waktu kecil. Vania ingin menghabiskan waktu bersama kalian, mohon
ayah ibu bangun dengerin Vania ngomong sekali ini saja. Vania tidak punya
siapa-siapa lagi , Vania ingin di manja ibu dan ayah tolong bangun bu.
Tetapi mereka
tetap tidak menghiraukanku
Dan aku mulai menyadari sekeras apapun aku
berbicara, Karena ketika mereka sudah tiada mereka tidak akan pernah
mendengarkanku. Ini percuma, untuk apa aku hidup jika harus terus-terusan
merasakan sakit. Tuhan ambil semuanya dariku, dan aku semakin yakin Tuhan
memang tidak adil kepadaku. Memang aku percaya hidup ini hanya panggung
sandiwara ada skenario besar yang mengatur hidup ini dan mungkin itulah yang
sering disebut orang dengan takdir. Ya inilah takdirku TAKDIR YANG BURUK.
Hari
demi hari ku coba ikhlaskan semuanya,kian lama kehidupanku makin tidak terarah
seolah aku jauh tersesat kedalam dunia yang hampa akan segalanya.seperti tanah
gersang dan pepohonan kering, aku merasa mati walau raga ini hidup. Aku
terpuruk dalam diriku sendiri dan tidak tau bagaimana harus keluar dari semua
ini. Hingga akhirnya aku bertemu lagi dengan kakek tua yang kuceritakan diawal
tadi. Semuanya terjadi ketika aku merasa lelah dan merindukan mesjid,akupun
memutuskan untuk menenangkan diri dimesjid. Mesjid yang dulu pernah aku datangi
beberapa bulan yang lalu. Disaat itulah kulihat kakek tua itu sedang duduk
bersandar disalah satu tiang mesjid namun tidak terlalu ku perdulikan, aku
berlalu begitu saja dengan segala rasa yang ada dihatiku.sebuah keadaan memaksa
ku untuk kembali melihat kakek tua itu lagi di lain hari yang lain. Saat itu
aku tidak pulang kerumah karena aku penasaran sama kakek tua itu, dia berbaring
rapuh di pojokan beralasakan sajadah serta kain-kain yang entah darimana dia
dapatkan dijadikannya selimut. Aku mencoba melihat disekeliling mesjid untuk
memastikan apakah ada pengemis lain yang tidur disitu, ternyata tidak ada.
Barulah ku sadari bahwa kakek itu bukan seorang pegemis, hanya seorang kakek tua
yang hidup tidak mempunyai rumah. Ku perhatikan terus kakek itu, ternyata dia
juga cukup fasih membaca ayat suci al-qur’an walaupun begitu tidak pernah
sekalipun aku lihat dia mengeluh dengan keadaannya. Yang sangat berbanding
balik dengan kehidupanku.
Sejak
itulah aku mulai sadar bahwa selama ini aku sudah dipernainkan oleh pikiranku
sendiri, bahwa aku menderita. Padahal kenyataannya tidak begitu, hidupku masih
mewah,hanya saja aku yang terlalu mengeluh dan tidak pernah bersyukur. Padahal
masih banyak orang lain yang benar-benar menderita serta memiliki kekurangan
seperti kakek tua itu. Jika dilihat dari kehidupanku puluhan kali lebih enak
dari kakek tua itu,aku masih mempunyai rumah mewah, apartemen dan lainnya dari
peninggalan orang tuaku. Tubuhku masih sehat dibanding kakek tua itu yang sudah
tua renta. Aku membayangkan bagaimana jika aku
menjadi kakek tua itu terutama dalam keadaan yang serba kurang. Mungkin
setiap hari hanya harapan yang menyelimuti diri ini. Berusaha menunggu sebuah
keajaiban yang mungkin daatang secara tiba-tiba,walau aku tau semua bisa saja
tidak pernah datang karena hidupku sebatang kara.mungkin juga aku akan menangis
dalam hati saat angin malam berhembus menusuk kulit, saat nyanyian malam mulai
berdendang dalam kesunyian dan saat matahari kembali membakar bumi.
Saat
pagi datang aku tetap sendirian,mencoba mencari sesuatu namun tidak pernah
ditemukan apa yang kucari.aku mulai merasakan kesepian lagi aku merindukan
orang tuaku,aku berharap mereka ada dihadapanku,aku berhayal bisa bersama
mereka lagi,pengen mengulang hidup yang harmonis ,pengen berbagi cerita bersama
meraka,berbagi tawa tapi semuanya terlambat. Semua telah hilang di telan waktu
. karena sebesaar apapun aku berharap sekeras apapun aku berusaha sejauh
manapun aku melangkah kenyataan tetap akan mengembalikanku pada kesunyian,kesepian
dan kesendirian ini. Aku hanya seorang pemimpi kehidupan dengan kenangan
tersisa yang hampir menghilang. Kenangan akan kehangatan cinta dari orang-orang
terdekatku yang saat ini sudah jauh meninggalkanku dialam sana. Alam yang
berbeda.
Aku
tersadar dari lamunanku dan menyeka air mata yang sedari tadi membasahi pipiku
,rupanya aku terlalu hanyut dalam bayangan kelam Karena membayangkan mereka ada
disisiku lagi.
Aku sama sekali tidak bersyukur dengan apa
yang aku punya malah dengan sengaja aku membuat diriku depresi.
Ku tulis
surat untuk ibu dan ayahku
Dear Alm ibu dan ayah
Selalu hadirdalam setiap detik kedipan mata ini, bayangan
kalian yang Nampak sedih tak berdaya, menangis tanpa air mata hingga membuatmu
tak mampu berkata-kata. Aku tak kuasa menahan tangisan ini membayangkan kalian
ada disisiku lagi. Entah kapan aku akan kembali melihat raut wajah kalian.
Kalian meninggalkan banyak kenangan ,tiada hari bersama
kalian lagi, hanya kenangan yang membuat mata ini slalu ingin mengeluarkan air
mataku yang sudah mulai membeku. Ibu,ayah semoga kau tenang di alam sana,
semoga kebahagiaan slalu bersama kalian, ibu , ayah sekarang aku sudah mandiri,
segala sesuatu ku lakukan sendiri , ku rasakan sendiri
Vania Melani Putri